Ada bulan-bulan yang datang tanpa suara, tapi diam-diam ia menggerakkan banyak pintu yang pernah terkunci. Muharrom, seperti itu—ia tiba bukan untuk sekadar menambah angka, melainkan membuka lembaran sunyi tempat niat-niat lama bisa disusun ulang, lebih rapi, lebih lapang.
Pernah, dalam gelap kamar, ada yang berharap,
“Tuhan, kapan aku sampai ke tanah-Mu yang paling sunyi?”
Tak ada jawaban instan, hanya bisikan: “Susun niatmu pelan-pelan. Jalan pulang selalu dimulai dari satu langkah, dan setiap langkah membutuhkan keberanian untuk menata niat, walau hanya dalam bisik. Ada saat di mana niat yang biasa-biasa saja mendadak berubah menjadi keputusan yang mampu mengguncang takdir—terutama jika dimulai dari hati yang benar-benar siap. Di persimpangan Juli dan Muharrom, lima langkah niat berikut bisa menjadi pembuka jalan bagi siapa saja yang ingin berangkat, tapi masih merasa tertahan oleh hal-hal yang tak selalu terlihat.
1. Relakan—Ketika Harapan Harus Dilepas Agar Bisa Terbang Lebih Jauh

Sa’ad bin Abi Waqqash menatap ibunya yang berurai air mata, memohon agar ia kembali ke kepercayaan lama. Dilema terbesar bukan di dompet, tapi di hati. Ia memilih Allah, meski tahu, ia akan kehilangan sebagian dunia.
Ada masa ketika melepas genggaman bukan soal menyerah, tapi mengosongkan tangan agar siap menerima karunia baru.
Ada masa ketika melepas genggaman bukan soal menyerah, tapi mengosongkan tangan agar siap menerima karunia baru.
مَنْ تَرَكَ شَيْئًا لِلَّهِ عَوَّضَهُ اللَّهُ خَيْرًا مِنْهُ
"Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik."
(Musnad Ahmad, Juz 5, Hal. 363, No. 23074)
Langkah Nyata:
Tuliskan satu hal yang selama ini paling berat dilepas—kebiasaan boros, rencana perjalanan lain, ego, atau rasa takut—lalu niatkan sungguh-sungguh untuk direlakan di bulan ini. Setiap kali ada rasa kehilangan, bisikkan: “Untuk-Mu, ya Allah. Ganti dengan perjalanan yang lebih suci.”
Shafiyah binti Huyay, namanya nyaris tak disebut dalam riuh sejarah. Namun di kamar-kamar sunyi, ia selalu berdoa dalam isak, meminta ketenangan, meminta diakui, meminta tempat di sisi Rasul. Ia tak tahu kapan doanya dijawab, tapi ia tak pernah berhenti berdoa, bahkan di malam paling kelam.
Doa yang dirawat di saat dunia tertidur adalah kunci yang kadang baru membuka pintu setelah bertahun-tahun.
لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah selain doa.” (Sunan At-Tirmidzi, Juz 5, Hal. 458, No. 3370)
Langkah Nyata:
Pilih satu waktu paling sunyi di hari—selepas isya, atau dini hari. Bisikkan harapan umrah di situ, tanpa perlu terdengar siapa-siapa. Catat tanggalnya, jadikan kebiasaan di Juli & Muharrom, dan percaya: tidak ada doa yang sia-sia.
3. Bersihkan Hati—Karena Perjalanan Jauh Selalu Dimulai dengan Beban yang Diringankan
Di sudut pasar, Abu Darda’ pernah dipermalukan oleh temannya sendiri. Ia bisa membalas, tapi memilih memaafkan dan tersenyum. Ia percaya: memaafkan akan membukakan pintu-pintu rezeki yang tak pernah diduga. Dan benar, hidupnya selepas itu jauh lebih tenang, perjalanannya dilapangkan oleh restu banyak hati.
Kadang, langkah terasa berat bukan karena uang yang kurang, tapi karena hati yang penuh beban lama.
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Barangsiapa memaafkan dan memperbaiki, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (Ibnu Majah, Juz 2, Hal. 1215, No. 2536)
Langkah Nyata:
Tulis nama satu orang yang sulit dimaafkan. Kirim pesan, telepon, atau minimal doakan diam-diam. Mulai bulan ini, minta restu keluarga, dan jangan malu membuka lembaran baru—karena kadang, restu itu jembatan menuju Tanah Suci.
4. Konsisten Menyisihkan—Benih Kecil yang Akan Jadi Pohon Perjalanan
Abdurrahman bin Auf berjalan ke pasar Madinah tanpa modal. Ia berjanji pada Allah, tiap untung sekecil apapun, akan ia sisihkan untuk jalan Allah. Sedikit demi sedikit, simpanan itu bertumbuh, dan akhirnya ia dikenal sebagai dermawan, bahkan mampu membiayai jamaah ke Tanah Suci.
Juli dan Muharrom, dua musim penanda: waktu terbaik untuk memulai tabungan niat, walau recehan.
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
"Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang kontinu, meski sedikit." (Shohih Bukhari, Juz 2, Hal. 86, No. 6464)
Langkah Nyata:
Langsung buka aplikasi m-banking, transfer berapa pun nominalnya untuk tabungan umrah. Set alarm di tanggal yang sama setiap bulan. Jangan pernah remehkan nominal kecil—karena Allah melihat ketekunan, bukan jumlah.
5. Berani Ambil Langkah Pertama—Karena Allah Tak Pernah Mengecewakan yang Memulai

Mus’ab bin Umair mengikat selembar kain kasar di tubuhnya—bekal satu-satunya kala hijrah. Ia tidak menunggu sempurna, tidak menunggu mapan. Langkah pertamanya mungkin gemetar, tapi keyakinan membuatnya dikenal sebagai pelopor dakwah di Madinah, dan akhirnya, ia mendapat tempat paling mulia di sisi Allah.
Seringkali, perjalanan suci dimulai dari keberanian mengambil langkah pertama, walaupun belum tahu peta jalan di depan.
وَمَنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
"Barangsiapa datang kepada-Ku berjalan, Aku akan datang kepadanya berlari."(Shohih Bukhari, Juz 13, Hal. 387, No. 7405)
Langkah Nyata:
Daftar webinar manasik, kirim DM ke admin trave Robbani, atau temui teman yang pernah umrah. Jangan tunda sampai semua siap. Seringkali, Allah membuka pintu setelah langkah pertama benar-benar diambil.
Juli dan Muharrom adalah dua musim yang sering dianggap sekadar angka di kalender—padahal keduanya menyimpan rahasia peralihan, musim transisi yang bisa menjadi titik balik paling pribadi dalam hidup siapa saja. Di persimpangan inilah, niat-niat lama yang nyaris dilupakan bisa diberi napas baru; luka-luka tahun lalu perlahan ditambal; dan cita-cita yang sempat dikira mustahil, pelan-pelan diberi peluang tumbuh.
Mungkin, tak semua orang paham rasa rindu ingin sampai ke Tanah Suci. Kadang, bahkan diri sendiri pun malu untuk berharap lebih. Tapi setiap langkah kecil yang disusun di bulan-bulan sunyi seperti Juli dan Muharrom adalah pertanda bahwa harapan masih ada, walau tersembunyi.
Di malam-malam ketika seluruh dunia tidur, barangkali hanya niat yang jadi penerang:
Mengapa masih ingin berangkat? Apa yang dicari di perjalanan panjang itu?
Jawabannya kadang tak terucap. Tapi Allah paham, bahkan pada doa yang belum sempat dibisikkan.
Setiap cerita sahabat yang pernah hijrah, pernah kehilangan, pernah nyaris putus asa—hari ini hidup kembali dalam niat-niat kecil para perindu Baitullah. Siapa pun, dari ruang mana pun, dengan keadaan apapun, berhak menata niat dan melangkah. Allah tidak pernah memilih siapa yang pantas, Allah hanya menunggu siapa yang cukup keras kepala untuk terus berharap dan berusaha.
Jangan takut niatmu dianggap kecil. Jangan malu jika baru mampu menyisihkan sedikit. Karena kadang, niat yang setengah retak lebih didengar langit, justru ketika ia jujur dan terus-menerus disiram aksi nyata.
Tidak ada doa yang sia-sia, tidak ada langkah yang dibuang percuma.
Juli dan Muharrom ini, jika ada satu niat saja yang berani ditulis dan dihidupkan, biarlah itu jadi tanda bahwa perjalanan belum selesai.
Biarlah itu jadi sinyal, pada diri sendiri, pada semesta, dan pada Allah, bahwa masih ada seseorang yang ingin pulang—meski jalannya panjang, meski kakinya belum benar-benar kuat.
Tuliskan niatmu di kolom komentar. Biar hari ini jadi saksi—bahwa niat, jika dirawat dengan sabar dan ketulusan, adalah awal dari perjalanan yang mustahil berubah jadi mungkin. Mudah-mudahan, langkah kecil yang lahir dari dua musim ini benar-benar dipermudah, diberi jalan, dan dijemput malaikat rahmat.
0 Komentar