HAJI BUKAN JALAN TIKETAN: KISAH 71 LANGKAH YANG TERTAHAN


Setiap doa tak selalu sampai ke tanah suci. Kadang, ia tertahan di gerbang bandara, di balik lembaran visa yang tak sah, di tangan orang-orang yang menjanjikan surga lewat pintu belakang.

April 2025. Bandara Soekarno-Hatta tak hanya menyambut penumpang. Ia menyaring niat. Dalam diam yang bising, 71 calon jemaah haji dihentikan. Bukan karena kurang niat. Tapi karena jalan yang mereka ambil, bukan jalan yang seharusnya.

Mereka datang dari banyak penjuru: Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Yogyakarta. Membawa koper, doa, dan mimpi bertemu Ka'bah. Tapi yang mereka bawa di dompet bukan visa haji. Hanya visa kunjungan. Atau visa kerja. Dan itu, di mata hukum dan negara Arab Saudi, adalah jalan yang haram untuk menunaikan ibadah haji.

Modusnya rapih. Tak langsung ke Jeddah. Mereka diajak mampir dulu ke Malaysia, ke Singapura, ke Thailand. Negara-negara ketiga. Seolah-olah mereka pelancong biasa, padahal arah hatinya tetap satu: Tanah Haram. Tapi niat baik tidak membuat jalan sesat jadi halal. Dan mereka dihentikan sebelum sampai.

Bayar mahal. Dipulangkan diam-diam. Biaya yang disetor pun bukan angka kecil. Ada yang setor Rp50 juta. Ada yang rela menjual sawah, rumah, menggadaikan emas demi bisa menyetor Rp250 juta ke agen perjalanan. Semua dengan janji: "Berangkat tahun ini, tanpa antre, tanpa ribet." Tapi semua itu tak pernah benar-benar sampai.

Petugas Imigrasi, Polisi Bandara, dan Kemenag bergerak bersama. Mereka tak hanya menghalangi keberangkatan, tapi menelusuri siapa yang berdiri di balik jubah biro perjalanan ini. Dan ketika semuanya mulai terbuka, kita diingatkan satu hal: ibadah tak bisa dibeli dari orang yang bahkan tak takut pada konsekuensi akhirat.

Visa Furoda itu ada, tapi tak sesederhana yang dijanjikan. Jenis visa haji memang tak cuma satu. Ada Reguler. Ada Khusus. Ada Mujamalah (sering disebut Furoda). Tapi semua itu tetap harus melewati sistem, validasi, dan akreditasi. Tak ada satu pun yang sah jika dijalankan dengan cara sembunyi-sembunyi.

Dan mereka yang tertipu itu, bukan hanya kehilangan uang. Tapi kehilangan kesempatan. Di saat mereka ditahan, penerbangan haji resmi terus berjalan. Jemaah lain, dengan sabar, menunggu giliran, menapaki proses yang panjang tapi pasti. Sementara mereka harus pulang, membawa pakaian ihram yang tak sempat dipakai, dan luka yang sulit dijelaskan.

Jangan beli mimpi dari yang tak bisa jaga kenyataan. Jika ada agen yang bilang, "Ini jalur cepat. Cukup bayar, berangkat tahun ini," tanyakan kembali: legalitasnya apa? Vouchernya mana? Apakah ada jaminan visa? Dan jika tak ada, tinggalkan. Karena haji bukan soal cepat sampai. Tapi soal benar langkahnya.

Kami di Robbani Travel, tak menjanjikan surga. Kami hanya menjanjikan kejujuran. Jika visanya belum keluar, uang kembali. Jika belum kuota, kami tak akan paksa berangkat. Karena kami tahu, Tanah Suci bukan tempat untuk mencoba-coba.

Ini bukan tentang 71 orang. Ini tentang kita semua yang bisa tergoda jalan pintas. Yang bisa terpesona pada kemasan "tanpa antre" dan "berangkat tahun ini". Padahal haji bukan soal tiket. Tapi soal niat, syarat, dan ketaatan.

Karena tak semua yang sampai Ka'bah, diterima Allah. Tapi semua yang jujur dalam usahanya, tak akan pernah sia-sia.


Robbani Travel — Karena niat baik perlu dijaga dengan jalan yang baik.

0 Komentar

KONSULTASI